Selasa, 02 Februari 2016

sejarah kota bima ntb

assalamualaikum wwb.
pada kesempatan kali ini saya akan membahas sisi budayaan dari tempat kelahiran saya yaitul kota bima NTB


KOTA Bima adalah sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Barat.INDONESIA. Ibu kotanya ialah woha.
KOTA Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir (La Kai) dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kota Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kota Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Kerajaan Bima

Kerajaan Bima dahulu terpecah–pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi.ncuhi ada pemimpin wilayah sebelum masuk nya jaman kerajaan. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah, yaitu:
  1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
  2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
  3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
  4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
  5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur
Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima, cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra, yaitu:
  • Darmawangsa
  • Sang Bima
  • Sang Arjuna
  • Sang Kula
  • Sang Dewa
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat di sebuah pulau kecil di sebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan, yakni Kerajaan Bima dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/XV.

raja raja kerajaan bima

1) 1640: Sultan Abdul Kahir I (Ma bata wadu) dinobatkan 1640 dan mangkat beberapa bulan setelah menjadi Sultan.

2) 1640-1682:  Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Mantau Uma Jati) 3) 1682-1687:  Sultan Nuruddin, kuburannya di Tolobali.
4) 1687-1696:  Sultan Jamaluddin (Sangaji Bolo). Tewas di penjara Batavia.
5) 1696-1731:  Sultan Hasanuddin. Tewas di Tallo diberi gelar Mambora di Tallo.
6) 1731-1742:  Sultan Alauddin, Manuru Daha.
7) 1742-1773:  Sultan Abdul Qadim, Ma Waa Taho.
8) 1773-1795:  Sultanah Kumalasyah (Kumala Bumi Partiga). Dibuang Inggris Ke Sailon Srilangka hingga mangkat.
9) 1795-1819:  Sultan Abdul Hamid, Mantau Asi Saninu.
10) 1819-1854:  Sultan Ismail, Ma waa Alu.
11) 1854-1868:  Sultan Abdullah, Ma waa Adil.
12) 1868-1881:  Sultan Abdul Azis, Ma Waa Sampela, meninggal diusia bujang.
13) 1881-1915:  Sultan Ibrahim, Ma Taho Parange. 14) 1915-1951:  Sultan Muhammad Salahuddin, Ma Kakidi Agama. Mangkat di Jakarta, pemakaman Karet.
15) 1945-2001:  Sultan Abdul Kahir II, Ma Busi Ro Mawo, Jena Teke. Dianugerahi Sultan sebagai penghargaan oleh Majelis Adat saat mangkat 17 Juni 2001. (Catatan Alan Malingi).

Hubungan darah antara Bima, Bugis dan Makassar

Hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625–1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar di kawasan Timur Indonesia, yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke VI, sedangkan yang ke VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa.
Ada beberapa catatan yang ditemukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa, sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai yang dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17.

Letak

Kota Bima merupakan salah satu Daerah Otonom di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terletak di ujung timur dari Pulau Sumbawa bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari Kota Bima). Secara geografis Kota Bima berada pada posisi 117°40”-119°10” Bujur Timur dan 70°30” Lintang Selatan.[1]

Topografi

Secara topografis wilayah Kota Bima sebagian besar (70%) merupakan dataran tinggi bertekstur pegunungan sementara sisanya (30%) adalah dataran. Sekitar 14% dari proporsi dataran rendah tersebut merupakan areal persawahan dan lebih dari separuh merupakan lahan kering. Oleh karena keterbatasan lahan pertanian seperti itu dan dikaitkan pertumbuhan penduduk kedepan, akan menyebabkan daya dukung lahan semakin sempit. Konsekuensinya diperlukan transformasi dan reorientasi basis ekonomi dari pertanian tradisional ke pertanian wirausaha dan sektor industri kecil dan perdagangan. Dilihat dari ketinggian dari permukaàn laut, Kecamatan Donggo merupakan daerah tertinggi dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut, sedangkan daerah yang terendah adalah Kecamatan Sape dan Sanggar yang mencapai ketinggian hanya 5 m dari permukaan laut.
Di kota Bima terdapat lima buah gunung, yakni:
  • Gunung Tambora di Kecamatan Tambora
  • Gunung Sangiang di Kecamatan Wera
  • Gunung Maria di Kecarnatan Wawo
  • Gunung Lambitu di Kecamatan Lambitu
  • Gunung Soromandi di Kecamatan Donggo, merupakan gunung tertinggi di wilayah ini dengan ketinggian 4.775 m.

Batas wilayah

Kota Bima terletak di bagian timur Pulau Sumbawa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
UTARALAUT FLORES
SELATANSAMUDERA INDONESIA
BARATKABUPATEN DOMPU
TIMURSELAT SAPE

peluasan wilayah 2007

Pada tahun 2007 terjadi pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kecamatan baru, yaitu:
  1. Parado
  2. Lambitu
  3. Soromandi
  4. Pali'belo
Dengan adanya pemekaran ini, sekarang kota Bima memiliki jumlah kecamatan sebanyak 20 wilayah.

Luas wilayah

Luas wilayah setelah pembentukan Daerah Kota Bima berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 2002 adalah seluas 437.465 Ha atau 4.394,38 Km² (sebelum pemekaran 459.690 Ha atau 4.596,90 Km²) dengan jumlah penduduk 419.302 jiwa dengan kepadatan rata-rata 96 jiwa/Km².

Iklim dan cuaca

Wilayah Kabupaten Bima beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan relatif pendek. Keadaan curah hujan tahunan rata-rata tercatat 58.75 mm, maka dapat disimpulkan Kabupaten Bima adalah daerah berkategori kering sepanjang tahun yang berdampak pada kecilnya persediaan air dan keringnya sebagian besar sungai. Curah hujan tertinggi pada bulan Februari tercatat 171 mm dengan hari hujan selama 15 hari dan musim kering terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September dimana tidak tejadi hujan. Kabupaten Bima pada umumnya memiliki drainase yang tergenang dan tidak tergenang. Pengaruh pasang surut hanya seluas 1.085 Ha atau 0,02% dengan lokasi terbesar di wilayah pesisir pantai. Sedangkan luas lokasi yang tergenang terus menerus adalah seluas 194 Ha, yaitu wilayah Dam Roka, Dam Sumi dan Dam Pelaparado, sedangkan Wilayah yang tidak pernah tergenang di Kota Bima adalah seluas 457.989 Ha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar